PT
Kebon Agung memiliki sejarah cukup panjang. Cikal bakal perusahaan ini diawali
dari kepemilikan "Naamloze
Vennootschap
(NV) Suiker Fabriek Ke-bon Agoeng" atau NV S.F. Kebon Agoeng oleh De J
avasche Bank pada 1935, kemudian disusul dengan pembelian seluruh saham NV
Cultuur Maatschap-pij Trangkil pada 1962. Sejak saat itu sampai hari ini, PT
Kebon Agung mempunyai 2 PG: Kebon Agung dan Trangkil.
Sejarah
pt kebon agung
PG
Kebon Agung sendiri didirikan seorang peng-usaha Tionghwa, Tan Tjwan Bie, pada
1905. Lokasi PG berada di desa Kebon Agung, kecamatan Pakisaji, kabupaten
Malang atau tepatnya kira-kira 5 km selatan Kota Malang. Pada saat didirikan
kapasitas giling PG hanya 5.000 kth atau 500 tth (ton tebu per hari). Dalam
sehari semalam PG hanya menggiling 500 ton tebu atau setara 50 truk yang
masing-ma-sing mengangkut 10 ton tebu. Betapa kecilnya kapasitas tersebut jika
dibandingkan dengan PG Kebon Agung sekarang, yang berkapasitas 6.000 tth atau
12 kali lebih banyak dibanding saat didirikan tempo dulu. Namun untuk ukuran
pabrik gula pada waktu itu, kapasitas PG Kebon Agung tergolong besar.
PG
Kebon Agung semula dikelola secara per-orangan, kemudian pada 1917 pengelolaan
PG di-serahkan kepada Biro Management Naamloze Ven-nootschap ( NV ) Handel -
Landbouw Maatschappij Tiedeman & van Kerchem (TvK). Setahun berikutnya atau
tepatnya 20 Maret 1918 dibentuk "Naam-loze Vennootschap (NV) Suiker
Fabriek Kebon Agoeng" atau NV S.F. Kebon Agoeng, dengan akte Notaris
Hendrik Willem Hazenberg (No. 155). Seiring dengan kemerosotan harga di pasar
dunia, industri gula Jawa yang saat itu menjadi jawara eksportir kedua setelah
Cuba, mengalami guncangan hebat. Kesepakatan antar produsen gula dunia atau
yang dikenal dengan "Chardbourne Agrement" pada 1931 mewajibkan
produksi gula Jawa dikurangi dari sekitar 3 ton menjadi maksimal 1,4 juta ton
per tahun. Dampaknya sangat dirasakan pabrik gula di Jawa, termasuk NV S.F.
Kebon Agoeng. Kelesuan usaha menyebabkan pada 1932 seluruh saham
NV
S.F. Kebon Agoeng tergadaikan kepada De Javasche Bank Malang dan 3 tahun
berikutnya atau pada 1935 NV S.F. Kebon Agoeng sepenuhnya menjadi milik De
Javasche Bank.
Dalam
RUPS Perseroan tahun 1954 ditetapkan ber-bagai keputusan yang membawa impilkasi
penting hingga sekarang :
1.
Mengubah nama Perusahaan yang semula NV S.F. Kebon Agoeng menjadi Perseroan
Terbatas Pabrik Gula
(PT
PG) Kebon Agung
2.
Memberhentikan Tuan Tan Tjwan Bie sebagai Direktur
3.
Menetapkan Yayasan Dana Tabungan Pegawai-Pegawai Bank Indonesia dan Dana
Pensiun dan Tunjangan bank Indonesia sebagai Pemegang Saham adalah:
Meskipun
RUPS tersebut mengubah Direksi dan pemegang saham perusahaan, namun pengelolaan
PT PG Kebon Agung masih tetap dilaksanakan secara profesional oleh NV Handel -
Landbouws Maatschappij Tiedeman & van Kerchem (TvK).
Sementara
itu, PG Trangkil berdiri lebih dulu dibanding PG Kebon Agung. PG ini didirikan
pada 2 Desember 1835 di desa Suwaduk, kecamatan Wedarijaksa, kabupaten Pati.
Pada awalnya PG ini dimiliki H. Muller, seorang pengusaha penggilingan tebu.
Setelah Tuan Muller meninggal dunia kepemilikan perusahaan diteruskan oleh Tuan
P.A.O. Waveren Pancras Clifford. Pada 24 Oktober 1838 lokasi pabrik dipindahkan
ke desa Trangkil, kecamatan Wedarijaksa, dengan kapasitas giling sebesar 3.000
kth atau 300 tth. Lokasi PG di desa Trangkil tersebut kini menjadi bagian
kecamatan Trangkil, yang terletak +11 km sebelah utara kota Pati arah ke
Jepara.
Pada
1841 kepemilikan PG Trangkil kembali ber-pindah tangan kepada Tuan P. Andreas.
Perusahaan ini selanjutnya berpindah tangan secara perorangan beberapa kali,
dan tercatat sebagai pemilik terakhir adalah Ny. Janda Ade Donariere EMSDA E.
Janies van Herment.
Pada
1917 kepemilikan PG Trangkil berubah ben-tuk menjadi Perseroan dengan nama
Naamloze Vennootschap (NV) "Cultuur Maatchappy Trang-kil" dan sebagai
pengelolanya diserahkan pada Kantor Perwakilan Biro Management NV Handel -
Landbouw Maatchappy "Tiedeman & van Kerchem (TvK)" di Jakarta.
Sebelum
pendudukan Jepang, seluruh saham NV Cultuur Maatchappy Trangkil dimiliki oleh
"De Indiche Pensioenfonds van de Javasche Bank". Sementara
pengelolaan pabriknya sendiri tetap dipegang NV Tiedeman & van Kerchem
(TvK). Setelah Indonesia merdeka, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 3
tahun 1946, seluruh perusahaan gula harus dikelola oleh Badan Penyelenggara
Perusahaan Gula Negara (BPPGN) yang berkeduduk-an di Surakarta.
Pada
saat Agresi Belanda, banyak PG tidak berop-erasi dan dikuasai tentara Belanda
termasuk PG Kebon Agung, sehingga BPPGN tidak dapat ber-fungsi dengan baik.
Pada 21 Desember 1949 sesuai Peraturan Pemerintah tanggal 25 Agustus 1949 BPPGN
dibubarkan.
Pada
8 Maret 1950 keluar Pengumuman Pemerintah No. 2 tahun 1950 yang dikeluarkan
oleh 3 Menteri, yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Perkebunan dan Menteri
Pertanian tentang pembentukan Pani-tia Pengembalian Perkebunan kepada
pemiliknya.
Dengan
ketentuan tersebut, mulai 1950 PG Kebon Agung dan Trangkil kembali dikelola
oleh Tiede-man & van Kerchem (TvK). Pengelolaan ini ber-akhir pada proses
pengambilalihan (nasionalisasi) semua perusahaan - perusahaan yang dimiliki
atau dikelola perusahaan asing oleh Pemerintah Indo-nesia pada 1958. Sejak saat
itu kedua PG dikelola oleh Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perke-bunan Gula atau
BPU-PPN Gula.
Pada
1962 PT PG Kebon Agung membeli seluruh saham NV Cultuur Maatschappij Trangkil
dan mulai saat itu
PG
Trangkil menjadi milik PT PG Kebon Agung disamping PG Kebon Agung.
Pada
1967 Pemerintah melikuidasi BPUPPN Gula dan pada tahun 1968 mengeluarkan
Peraturan untuk meninjau kembali perusahaan-perusahaan yang telah
dinasionalisasi dan selanjutnya berdasarkan PP No. 3/1968
PT
PG Kebon Agung dikembalikan kepada Pemilik semula.
Pada
17 Juni 1968 dengan Surat Penetapan Direksi Bank Negara Indonesia Unit I (yang
kemudian kembali bernama Bank Indonesia ) dalam kedudukannya sebagai Pengurus
dari Dana Pensiun dan Tunjangan Bank Negara Indonesia Unit I serta Yayasan Dana
Tabungan Pegawai-Pegawai Bank Negara Indonesia Unit I selaku Pemegang Saham dan
Pemilik PT PG Kebon Agung menunjuk PT Biro Management Tri Gunabina sebagai
Direksi Pengelola
PT
PG Kebon Agung.
Serah
Terima pengelolaan PT PG Kebon Agung dari bekas Inspeksi BPU PPN Gula ke PT Tri
Gunabina dilakukan melalui Panitya Likuidasi BPU PPN Gula dan Karung Goni.
Panitia ini bertindak berda-sarkan Surat Kuasa No. XX-SURKU/68.000/L dan No.
XX-SURKU/68.002/L untuk PG Kebon Agung serta No. XX - SURKU/68.001/L dan No.
No. XX – SURKU/68.003/L untuk PG Trangkil, masing-ma-sing tertanggal 25 Juni
1968, serta berdasarkan Surat Kuasa Pemegang Saham No. 02/GB/68 tanggal 24 Juni
1968.
Pelaksanaan
serah terima dilakukan di dua tempat, yaitu masing-masing untuk :
1.
PG Kebon Agung di Surabaya dari bekas Ins-peksi BPU-PPN Gula Daerah VII di
Surabaya.
2.
PG Trangkil di Semarang dari bekas Inspeksi BPU-PPN Gula Daerah II di Semarang.
Dengan
demikian sejak 1 Juli 1968 PT Tri Gunabina bertindak penuh selaku Direksi PT PG
Kebon Agung yang memiliki
PG
Kebon Agung dan PG Trangkil.
Berdasarkan
Akta No. 19 tanggal 8 Maret 1972 yang dibuat oleh Abdul Latif telah dibentuk
Yayasan Dana Pensiun dan Tunjangan Hari Tua Bank Indo-nesia (YDPTHT-BI) dan
menetapkan yayasan ini mulai beroperasi 25 Pebruari 1972 sesuai dengan surat
kuasa dari Bank Indonesia. Semenjak saat itu, YDPTHT-BI menjadi Pemegang Saham
tunggal dari PT PG Kebon Agung, menggantikan 2 (dua) Pemegang Saham sebelumnya.
Dengan
adanya Undang-Undang No. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun maka Bank Indonesia
membentuk DAPENBI yang khusus memberikan manfaat Pensiun bagi Pensiunan BI dan
juga mem-bentuk Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia (YKK-BI) yang
berfungsi memberikan pembayaran bantuan (onderstand) dan tunjangan hari tua.
Dengan
akte Notaris Abdul Latif No. 29 tanggal 23 Februari 1992 didirikan Yayasan
Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia (YKK-BI) oleh Direksi Bank Indonesia.
Dalam RUPS-LB tanggal 22 Maret 1993 diputuskan bahwa YKK-BI menjadi Peme-gang
Saham Tunggal PT Kebon Agung.
Masa
pengoperasian PT PG Kebon Agung yang ber-akhir pada 20 Maret 1993 selanjutnya
diperpanjang hingga 75 tahun mendatang dengan Akte Notaris Achmad Bajumi, S.H.
No. 120 tanggal 27 Februari 1993. Momen ini sekaligus menetapkan nama baru PT
PG Kebon Agung menjadi PT Kebon Agung.
Sesuai
kebijakan Departemen Kehakiman yang mengatur bahwa Direksi suatu Perseroan
tidak bo-leh berupa badan hukum tetapi harus oleh orang perseorangan, maka era
pengelolaan PT Kebon Agung oleh PT Tri Gunabina usai sudah. Pada 1 April 1993
bertempat di Kantor Bank Indonesia Ca-bang Surabaya dilakukan serah terima
pengurusan dan pengelolaan PT Kebon Agung dari Direksi PT Tri Gunabina kepada
Tuan Sukanto selaku
Direktur
PT Kebon Agung. Selanjutnya perusahaan dikelo-la sendiri oleh pengurus
perseroan sebagaimana ditetapkan oleh pemegang saham.
Sesuai
Undang-Undang No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang mengharuskan
pemegang saham PT lebih dari 2, maka dalam RUPS-LB 22 Juli 1996 diputuskan
bahwa Pemegang Saham PT Kebon Agung masing-masing terdiri dari YKK-BI dengan
kepemilikan saham sebanyak 2.490 lembar atau sebesar 99,6 % dan Koperasi
Karyawan PT Ke-bon Agung "Rosan Agung" dengan kepemilikan saham
sebanyak 10 lembar atau sebesar 0,4 %.
Selama
perjalanannya, perusahaan secara berkelanjutan mengadakan penggantian dan
penambahan mesin/peralatan dalam upaya meningkatkan kinerja dan efisiensi kedua
PG dan terus mengem-bangkan diri agar mampu bersaing dalam era pasar bebas.
Berdasarkan arah kebijakan tersebut, sejak 2005 perusahaan telah melaksanakan
Program Pengembangan PT Kebon Agung (PPKA) Tahap I yang berakhir pada tahun
2007 dan diteruskan dengan PPKA Tahap II (tahun 2008 – 2011).
PT
Kebon Agung dengan 2 PG yang dimilikinya bisa dikatakan mewakili sejarah
panjang industri gula tebu di Jawa. Kedua PG bisa eksis dalam me-ngarungi
dinamika perubahan dengan berbagai kemelut, tarik ulur kepentingan, dan kondisi
sosial politik. Pengalaman nan panjang melewati berbagai rintangan dan
persoalan ini menjadi modal ke depan bagi perusahaan untuk tetap berdiri dan
beroperasi. Perusahaan bertekad sekuat tenaga agar kedua PG akan terus menjadi
bagian dari industri gula Indonesia, yang berkontribusi kepada suplai gula nasional
dan perekonomian wilayah.